EQUALITY BEFORE THE LAW

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi III DPR telah memutuskan melarang dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, mengikuti berbagai rapat di gedung dewan. Alasannya, keduanya tetap berstatus tersangka dugaan suap karena deponering yang berarti mengesampingkan perkara tak menghapus status hukum tersebut.

Atas alasan etika dan moral, para wakil rakyat menolak rapat dengan tersangka. Lantas, bagaimana dengan status anggota DPR yang masih tersangka dan tetap mengikuti rapat dengan lembaga negara?

Mantan Ketua Tim Pembela Bibit-Chandra (TPBC) Bambang Widjojanto mempertanyakan keputusan Komisi III. Saat dihubungi Kompas.com, Selasa (1/2/2011), ia mengatakan, DPR harus konsisten dengan aturan yang diterapkannya. Ketika melarang Bibit-Chandra mengikuti berbagai rapat, hal yang sama juga harus ditetapkan pada anggota DPR yang berstatus tersangka.

Sebelumnya, Senin sore, Komisi III DPR memutuskan menolak kehadiran Bibit dan Chandra dalam rapat dengar pendapat dan forum lain yang mereka gelar. Keputusan ini diambil setelah 23 anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar (F-PG), Fraksi PDI-P, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Fraksi PPP, dan Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) menyetujui penolakan itu.

Sebaliknya, sebanyak 15 anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrat (F-PD), Fraksi Partai Amanat Nasioanl (F-PAN), dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) setuju tetap menerima mereka. Saat voting digelar, wakil dari Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) di Komisi III belum hadir.

Menurut Bambang, belum ada aturan formal yang mengatur apakah seseorang berstatus tersangka bisa diterima atau ditolak dalam sebuah kegiatan pemerintahan. “Ada juga kan, anggota DPR yang tersangka tetap mengikuti rapat dengan pemerintah. Nah, dalam hal ini, apakah dia juga tidak diperkenankan mengikuti rapat di dewan? Harus ada kesepakatan soal itu karena menyangkut equality before the law,” kata Bambang.

Selama ini, aturan yang diterapkan pada Bibit-Chandra, menurutnya, tak pernah diterapkan pada anggota DPR yang juga punya status sama. “Kita lihat, ada anggota dewan yang menjadi tersangka, tetap ikut rapat dengan lembaga penegak hukum. Padahal, hal itu sangat potensial memengaruhi lembaga tersebut dan bertanya dengan leluasa,” ujar mantan calon ketua KPK ini.

Status tersangka yang dinilai DPR masih melekat pada Bibit-Chandra, menurut Bambang, merupakan hal yang masih diperdebatkan. Keputusan deponering adalah kewenangan penuh Jaksa Agung untuk mengesampingkan perkara dengan alasan pertimbangan kepentingan umum.

“Dengan demikian, orang yang kasusnya dikenakan deponering, terbukti kesalahannya versi jaksa penuntut umum, bukan terbukti di pengadilan sehingga statusnya tidak sebagai terhukum. Ini masih menjadi problematika hukum,” kata Bambang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gerakan Tanah (Longsoran)

PETRUK

SEMAR