Kisah Tentang Serakah
Ada kisah menarik dari Willi Hoffsuemmer, beliau pernah menulis kisah tentang Smith dan guru kepala yang sedang berdiri dekat gelanggang anak-anak, tempat anak-anak bersukaria sepuasnya. Smith bertanya kepada guru kepala, “Mengapa terjadi bahwa setiap orang ingin bahagia, namun sangat sedikit yang mengalaminya?”
Sang guru kepala memandang kearah gelanggang anak-anak, lantas menjawab, “Anak-anak itu tampak sungguh bahagia.”
Dengan agak keheranan, Smith berkata, “Sudah tentu mereka bahagia karena satu-satunya yang mereka lakukan adalah bermain.” “Kamu benar,” ucap sang guru, “tetapi apa yang sesungguhnya menghalangi kaum dewasa berbahagia seperti itu, juga dapat menghalangi anak-anak berbahagia.”
Sang guru merogoh saku celananya, mengambil segenggam kepingan uang logam, lantas menghamburkannya di tengah-tengah anak-anak yang sedang bermain. Spontan saja semua sorak gembira anak-anak terhenti, berubah menjadi saling menindih dan berkelahi untuk merebut kepingan uang yang terhambur tersebut.
Kemudian, guru kepala berkata kepada Smith, “Menurut kamu, hal apa yang menyebabkan mereka mengakhiri kebahagiaan mereka?” Smith menjawab, “Perkelahian!”
Kita hidup dalam lingkungan yang serakah. Keserakahan itu ada dimana-mana. Ia bagaikan wabah penyakit yang menyebar di mana-mana dan ke mana-mana. Mengapa orang menjarah kepunyaan orang yang lain? Salah satunya pasti karena ada keserakahan dalam hati. Mengapa orang menipu untuk mengambil uang orang lain? Salah satunya adalah karena keserakahan. Mengapa hubungan persaudaraan bisa runtuh ketika menyentuh soal warisan? Salah satunya pasti karena keserakahan.
Nabi Muhammad SAW berkata : “Seandainya anak Adam memiliki satu lembah emas, niscaya ingin memiliki lembah emas kedua; seandainya ia memiliki lembah emas kedua, ia ingin memiliki lembah emas yang ketiga. Baru puas nafsu anak Adam kalau sudah masuk tanah. Dan Allah akan menerima taubat orang yang mau kembali kepada-Nya.” (hadis riwayat Bukhori Muslim)
Komentar