Australia Lebih Islami
Australia yang merupakan tetangga putih Indonesia di selatan jauh lebih Islami dan berhasil menerapkan nilai-nilai Islam dalam sistem kehidupan mereka daripada Indonesia yang berpenduduk mayoritas Muslim di dunia karena keadilan, kebersihan, kemakmuran dan kedamaian ada di negara benua itu.
"Dalam konteks sistem, Australia tampak sekali Islaminya. Artinya Islam secara fungsional terjadi di negara yang berpenduduk mayoritas bukan Muslim ini, sedangkan di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, nilai-nilai Islami justru tidak tampak," kata intelektual Muslim Indonesia Dr Eggi Sudjana SH MSi.
Otokritik terhadap Indonesia itu disampaikan Eggi kepada Antara seusai berceramah tentang "Islam Fungsional" di depan puluhan anggota jemaah pengajian bulanan Perhimpunan Masyarakat Muslim Indonesia di Brisbane (IISB). Intelektual yang juga pelopor perjuangan buruh Muslim, politisi, peneliti, dan pengacara itu mengatakan, Australia berhasil mengfungsionalisasikan nilai-nilai Islami ke dalam sistem kehidupannya adalah satu kenyataan sehingga para penganggur sekalipun diberikan jaminan sosial di Australia.
Di Indonesia, kehidupan sebagian besar rakyatnya justru susah, angka pengangguran dan kriminalitas tinggi, pendidikan bermutu belum berpihak kepada rakyat kecil, dan bahkan penerapan upah minimum regional bagi para buruh pun berbeda-beda di setiap daerah padahal harga minyak sama dimana-mana, katanya.
Kondisi demikian justru tidak terjadi di Australia. Dalam kondisi kehidupan yang semakin berat di Indonesia itu, aksi perampokan dan pencurian semakin tampak biasa di negara yang berpenduduk Muslim terbesar di dunia itu, katanya. Kondisi demikian, menurut mantan ketua Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Jakarta (1984-1985) dan Ketua Umum HMI MPO (1986-1988) itu, tidak dapat dilepaskan dari tanggungjawab pemerintah.
Aktivis yang pernah mencalonkan diri menjadi ketua umum Partai Persatuan Pembangunan dan duduk sebagai anggota Dewan Pakar DPP PPP itu pun secara panjang lebar mengupas perihal tanggung jawab besar pemerintah yang berkuasa terhadap kondisi yang ada dalam ceramahnya di forum pengajian bulanan IISB.
Umat Islam Indonesia, lanjutnya, sudah saatnya menyamakan visi dan misi mereka di tengah keberagaman keyakinan politik mereka untuk mendorong berfungsinya nilai-nilai Islam dalam sistem kehidupan di Indonesia. "Visi itu adalah ridho Allah dan misi amar ma`ruf nahi munkar (mengajak kepada kebaikan dan mencegah keburukan)," katanya.
Eggi Sudjana berada di Australia sejak dua minggu lalu untuk memasyarakatkan ide "Islam fungsional" melalui kegiatan dakwah dan pelatihan di Sydney, Brisbane, dan Melbourne. Penulis buku "Islam Fungsional Paradigma Baru PPP" (2006) itu akan bertolak ke Melbourne pada 14 Maret 2008. Acara pengajian bulanan IISB yang berlangsung di salah satu ruang kuliah Universitas Queensland itu juga diisi dengan penampilan kelompok musisi pemuda Muslim Indonesia dan pemilihan pengurus baru IISB.
"Dalam konteks sistem, Australia tampak sekali Islaminya. Artinya Islam secara fungsional terjadi di negara yang berpenduduk mayoritas bukan Muslim ini, sedangkan di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, nilai-nilai Islami justru tidak tampak," kata intelektual Muslim Indonesia Dr Eggi Sudjana SH MSi.
Otokritik terhadap Indonesia itu disampaikan Eggi kepada Antara seusai berceramah tentang "Islam Fungsional" di depan puluhan anggota jemaah pengajian bulanan Perhimpunan Masyarakat Muslim Indonesia di Brisbane (IISB). Intelektual yang juga pelopor perjuangan buruh Muslim, politisi, peneliti, dan pengacara itu mengatakan, Australia berhasil mengfungsionalisasikan nilai-nilai Islami ke dalam sistem kehidupannya adalah satu kenyataan sehingga para penganggur sekalipun diberikan jaminan sosial di Australia.
Di Indonesia, kehidupan sebagian besar rakyatnya justru susah, angka pengangguran dan kriminalitas tinggi, pendidikan bermutu belum berpihak kepada rakyat kecil, dan bahkan penerapan upah minimum regional bagi para buruh pun berbeda-beda di setiap daerah padahal harga minyak sama dimana-mana, katanya.
Kondisi demikian justru tidak terjadi di Australia. Dalam kondisi kehidupan yang semakin berat di Indonesia itu, aksi perampokan dan pencurian semakin tampak biasa di negara yang berpenduduk Muslim terbesar di dunia itu, katanya. Kondisi demikian, menurut mantan ketua Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Jakarta (1984-1985) dan Ketua Umum HMI MPO (1986-1988) itu, tidak dapat dilepaskan dari tanggungjawab pemerintah.
Aktivis yang pernah mencalonkan diri menjadi ketua umum Partai Persatuan Pembangunan dan duduk sebagai anggota Dewan Pakar DPP PPP itu pun secara panjang lebar mengupas perihal tanggung jawab besar pemerintah yang berkuasa terhadap kondisi yang ada dalam ceramahnya di forum pengajian bulanan IISB.
Umat Islam Indonesia, lanjutnya, sudah saatnya menyamakan visi dan misi mereka di tengah keberagaman keyakinan politik mereka untuk mendorong berfungsinya nilai-nilai Islam dalam sistem kehidupan di Indonesia. "Visi itu adalah ridho Allah dan misi amar ma`ruf nahi munkar (mengajak kepada kebaikan dan mencegah keburukan)," katanya.
Eggi Sudjana berada di Australia sejak dua minggu lalu untuk memasyarakatkan ide "Islam fungsional" melalui kegiatan dakwah dan pelatihan di Sydney, Brisbane, dan Melbourne. Penulis buku "Islam Fungsional Paradigma Baru PPP" (2006) itu akan bertolak ke Melbourne pada 14 Maret 2008. Acara pengajian bulanan IISB yang berlangsung di salah satu ruang kuliah Universitas Queensland itu juga diisi dengan penampilan kelompok musisi pemuda Muslim Indonesia dan pemilihan pengurus baru IISB.
Komentar