Limbah di Kali Tapak Menimbulkan Bau Busuk
Berita Koran Suara Merdeka Semarang tanggal 6 Februari 2009 menyatakan bahwa Kali tapak di Tugurejo tercemar limbah lagi.
Warga RW 6, Kelurahan Tugurejo, mengeluhkan limbah industri yang dibuang ke Kali Tapak. Limbah tersebut menimbulkan bau busuk yang sangat mengganggu kenyamanan mereka.Limbah tersebut diduga berasal dari pabrik pengolahan hasil laut di kawasan Tambakaji yang membuang ampas produksinya tanpa diproses melalui instalasi pengolahan limbah (IPAL). Pembuangan dilakukan pada malam hari, terutama pada saat hujan deras.Meski bercampur air hujan, bau busuk limbah tidak serta merta hilang. Bau itu menguap ke permukiman di sepanjang saluran pembuangan yang bermuara di Kali Tapak. Baunya amis dan busuk menusuk hidung. Warga sangat merasa terganggu. Praktik pembuangan limbah semacam itu telah dilakukan semenjak dulu. Warga sudah menyampaikan keluhan mereka kepada pihak kelurahan dan diteruskan ke Bapedalda (kini Badan Lingkungan Hidup/BLH) Kota Semarang, yang kebetulan berkantor di kawasan Tapak. Kendati demikian, limbah berbau busuk masih terus mengganggu warga.Warga tidak menuntut macam-macam. Mereka hanya menginginkan perusahaan-perusahaan itu mengolah limbahnya terlebih dahulu sebelum dibuang ke Kali Tapak. Kalau mereka mengaku telah membuang limbah sesuai dengan prosedur, fakanya bau busuk masih tercium.”Kami sadar, keberadaan pabrik-pabrik itu juga membawa manfaat bagi warga sekitar. Banyak di antara warga di sini yang bekerja di tempat itu. Tapi kami minta mereka memperhatikan kenyamanan warga,” tandasnya.Kepala BLH Kota Semarang mengatakan, pihaknya siap memberi sanksi bila memang ada perusahaan terbukti menyalahi regulasi soal IPAL. ‘’Ada ancaman pidana bila memang melakukan pencemaran,’’ katanya. Ia memaparkan instansinya selalu mengecek pemanfaatan IPAL bagi perusahaan yang memproduksi limbah. Sebelum sanksi pidana, ada sanksi adminitrasi, seperti mencabut izin usaha. Ia menyebutkan warga yang dirugikan oleh limbah hasil kegiatan produksi bisa langsung melaporkan.
Memang dilematis, suatu kawasan yang diijinkan untuk digunakan sebagai lahan industri kalau tidak diawasi dan dikendalikan dalam pemanfaatannya, biasanya akan berbenturan dengan permukiman yang menempel pada kawasan industri tersebut. Bagi mereka yang punya hubungan langsung dengan kegiatan industri pastilah lebih permisif dibandingkan penghuni yang tidak ada hubungannya dengan industri di wilayah itu. Ibarat bengkel motor, pemilik akan senang dengar raungan suara motor yang berbunyi, tetapi penghuni yang tidak ada hubungannya dengan kegiatan bengkel akan merasa terganggu sekali. Pabrik wajib buat IPAL dan membuang limbah sesuai prosedur, tetapi masyarakat yang salah pilih tempat tinggal harus juga mau menerima kenyataan bahwa lingkungan sekitar pabrik pasti lebih bising, lebih kotor, lebih bau dibanding yang khusus untuk permukiman.
Ada orang yang selalu mengeluh kalau tinggal dekat masjid, katanya bising dengar suara adzan. Tetapi bagi umat islam yang senang melakukan sholat jama’ah di masjid, justru sangat mengharapkan mendengar suara panggilan adzan. Sejauh adzan dikumandangkan pada jam-jam waktu sholat, hal itu tidaklah salah, apalagi suara muadzinnya bagus. Tetapi kalau dikumandangkan di luar waktu sholat, itu baru pencemaran.
Nah limbah di Kali Tapak pun barangkali demikian, perlu diteliti dengan benar, apakah limbah yang ada masih dalam batas toleransi atau sudah masuk kategori mencemari lingkungan. Apakah pabrik sudah membuang sesuai prosedur yang dipersyaratkan, kalau tidak sesuai berarti pelanggaran. Apakah alat IPALnya masih layak, kalau sudah tak layak harus diperbaiki/diganti, dst.
PARFI KHADIYANTO
Warga RW 6, Kelurahan Tugurejo, mengeluhkan limbah industri yang dibuang ke Kali Tapak. Limbah tersebut menimbulkan bau busuk yang sangat mengganggu kenyamanan mereka.Limbah tersebut diduga berasal dari pabrik pengolahan hasil laut di kawasan Tambakaji yang membuang ampas produksinya tanpa diproses melalui instalasi pengolahan limbah (IPAL). Pembuangan dilakukan pada malam hari, terutama pada saat hujan deras.Meski bercampur air hujan, bau busuk limbah tidak serta merta hilang. Bau itu menguap ke permukiman di sepanjang saluran pembuangan yang bermuara di Kali Tapak. Baunya amis dan busuk menusuk hidung. Warga sangat merasa terganggu. Praktik pembuangan limbah semacam itu telah dilakukan semenjak dulu. Warga sudah menyampaikan keluhan mereka kepada pihak kelurahan dan diteruskan ke Bapedalda (kini Badan Lingkungan Hidup/BLH) Kota Semarang, yang kebetulan berkantor di kawasan Tapak. Kendati demikian, limbah berbau busuk masih terus mengganggu warga.Warga tidak menuntut macam-macam. Mereka hanya menginginkan perusahaan-perusahaan itu mengolah limbahnya terlebih dahulu sebelum dibuang ke Kali Tapak. Kalau mereka mengaku telah membuang limbah sesuai dengan prosedur, fakanya bau busuk masih tercium.”Kami sadar, keberadaan pabrik-pabrik itu juga membawa manfaat bagi warga sekitar. Banyak di antara warga di sini yang bekerja di tempat itu. Tapi kami minta mereka memperhatikan kenyamanan warga,” tandasnya.Kepala BLH Kota Semarang mengatakan, pihaknya siap memberi sanksi bila memang ada perusahaan terbukti menyalahi regulasi soal IPAL. ‘’Ada ancaman pidana bila memang melakukan pencemaran,’’ katanya. Ia memaparkan instansinya selalu mengecek pemanfaatan IPAL bagi perusahaan yang memproduksi limbah. Sebelum sanksi pidana, ada sanksi adminitrasi, seperti mencabut izin usaha. Ia menyebutkan warga yang dirugikan oleh limbah hasil kegiatan produksi bisa langsung melaporkan.
Memang dilematis, suatu kawasan yang diijinkan untuk digunakan sebagai lahan industri kalau tidak diawasi dan dikendalikan dalam pemanfaatannya, biasanya akan berbenturan dengan permukiman yang menempel pada kawasan industri tersebut. Bagi mereka yang punya hubungan langsung dengan kegiatan industri pastilah lebih permisif dibandingkan penghuni yang tidak ada hubungannya dengan industri di wilayah itu. Ibarat bengkel motor, pemilik akan senang dengar raungan suara motor yang berbunyi, tetapi penghuni yang tidak ada hubungannya dengan kegiatan bengkel akan merasa terganggu sekali. Pabrik wajib buat IPAL dan membuang limbah sesuai prosedur, tetapi masyarakat yang salah pilih tempat tinggal harus juga mau menerima kenyataan bahwa lingkungan sekitar pabrik pasti lebih bising, lebih kotor, lebih bau dibanding yang khusus untuk permukiman.
Ada orang yang selalu mengeluh kalau tinggal dekat masjid, katanya bising dengar suara adzan. Tetapi bagi umat islam yang senang melakukan sholat jama’ah di masjid, justru sangat mengharapkan mendengar suara panggilan adzan. Sejauh adzan dikumandangkan pada jam-jam waktu sholat, hal itu tidaklah salah, apalagi suara muadzinnya bagus. Tetapi kalau dikumandangkan di luar waktu sholat, itu baru pencemaran.
Nah limbah di Kali Tapak pun barangkali demikian, perlu diteliti dengan benar, apakah limbah yang ada masih dalam batas toleransi atau sudah masuk kategori mencemari lingkungan. Apakah pabrik sudah membuang sesuai prosedur yang dipersyaratkan, kalau tidak sesuai berarti pelanggaran. Apakah alat IPALnya masih layak, kalau sudah tak layak harus diperbaiki/diganti, dst.
PARFI KHADIYANTO
Komentar