Dari Ustadz Yusuf Mansur

TIDAK sedikit manusia yang disorientasi dalam hidupnya. Kosong, kering, gersang, tanpa makna. Karena hidup tanpa Allah. Tulisan ini akan menyoroti bagaimana hidup dengan berpola tauhid. Termasuk perkara tauhid adalah menyandarkan semua urusan kepada Allah sahaja. Banyak orang berikhtiar, berikhtiar saja. Dia tidak melibatkan Allah. 

Betul memang, dunia ini sudah dibuat-Nya berjalan dengan sunnatullaah-Nya. Siapa yang bekerja, maka dia gajian.  
Siapa yang belajar, maka ia mendapatkan ilmunya. Siapa yang berusaha, berniaga, maka ia mendapatkan keuntungan. Siapa yang berobat, maka ia temukan kesembuhan. 

Kira-kira begitulah ragam sunnatullah-Nya. Meskipun ada sebaliknya yang juga merupakan sunnatullaah-Nya juga. Maka, siapa yang melibatkan Allah, maka di dalam ikhtiarnya, ada Allah. Dan Allah, berarti ibadah dan keberkahan. Ikhtiarnya menjadi ibadah dan mengandung keberkahan. Sungguhpun ia tiada hasil.

Kelak akan ada juga pertanyaan, kedudukan ikhtiar di mana? Kedudukan ikhtiar adalah menjadi ibadah, manakala kita kemudian sudah secara hati dan pola hidup bertauhid. Tapi kemudian ikhtiar menjadi salah apabila secara hati dan pola hidup tidak bertauhid. Dan kelak juga kita akan belajar banyak kesia-siaan akhirnya terjadi sabab salah langkah menuju manusia, bukan menuju Allah.

Contoh, seseorang yang ingin kerja. Ia lalu melayangkan surat lamaran pekerjaan tanpa mengucap basmalah, tanpa shalat, dan doa terlebih dahulu, tanpa bersedekah di awal, bisa jadi, sesuai sunnatullah-Nya, ia mendapatkan pekerjaan itu. 

Misalkan, sebab ia memang lulusan terbaik, banyak skilnya, bagus, multitalent, dan punya performa yang mengagumkan. Namun, sebatas mendapatkan pekerjaan itu. Tidak mendapatkan Allah. Dan, ini berarti tidak menjadi ibadah dan tidak menjadi keberkahan baginya.

Seseorang yang sakit. Ia cari kesembuhan dengan berobat. Lalu ia benar-benar sembuh. Padahal ia tidak berdoa, keluarganya tidak shalat dan berdoa, tiada pengajian-pengajian yang digelar, tiada ibadah pokoknya, berobat ya berobat. Bahkan tanpa basmalah. 

Ini memang juga sunnatullah-Nya. Dan yang demikian ini berlaku juga buat mereka yang bahkan tidak ber-Tuhan sekalipun. Barangkali ia ketemu dokter yang tepat, ketemu obat yang berkesesuaian. Tapi sakitnya ini tak menjadi rahmat buatnya. Dengan sakitnya ia tiada ada menambah kedekatan diri dengan Allah.

Seorang yang berutang, tapi ia penuh semangat. Ia tidak mau kehilangan motivasi hidup hanya lantaran utang. Ia bangun spirit hidupnya. Ia bangun motivasi dirinya. Kemudian ia full-kan ikhtiar, subhaanallaah, secara dunia, ia bisa menjadi the winner, pemenang. 

Utangnya bisa saja ia tundukkan. Sayangnya, ia tidak memulai segala ikhtiarnya dengan bismillah. Ibadah tiada ia tegakkan. Allah ia tidak percayai, bahkan barangkali ia malah menyalahkan gara-gara Allah ia berutang. Bisa saja hal ini terjadi. Nah, terhadap yang begini, ikhtiarnya dan permasalahannya, tidak membawa nilai ibadah dan keberkahan. Biasa saja.

Tentu saja, tidak ada jaminan juga bahwa Anda yang ber-Tuhan Allah, lalu begitu saja mendapatkan kemudahan. Ya sama saja. Ikhtiar, proses, ya perlu dilakukan dan dilalui. Namun buat mereka-mereka yang melibatkan Allah, maka sebelum lagi semua pekerjaannya itu menghasilkan, ia sudah menang duluan. Dari langkah yang pertama, semua sudah menjadi ibadah. Dan, seluruh tahapannya mengandung keberkahan. Masya Allah.
Bedanya di mana? Barangkali dinilai.

Dan, tentu saja, tidak ada juga yang sudah melibatkan Allah dan menyempurnakan ikhtiar, lalu hasilnya malah sama dengan yang tidak melibatkan Allah dan yang tidak menyempurnakan ikhtiar. Hasilnya pasti beda. Dengan sedikit mengubah pola ikhtiar kita, yakni dengan melibatkan Allah, maka hasilnya akan Masya Allah. Beda sekali. Baik dalam kecepatannya, dalam hasilnya, dan dalam prosesnya. Semuanya akan diberikan Allah kenikmatan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gerakan Tanah (Longsoran)

PETRUK

SEMAR