Bali nDeso mBangun nDeso

Tulisan ini saya ambil dari Tajuk Rencana Suara Merdeka tanggal 14 November 2008
Judulnya: "Sulitnya Mengejawantahkan ’’Mbangun Desa’’, hal ini saya lakukan sebenarnya hanyalah untuk mencoba, bagaimana hasilnya kalau blog saya ini saya masuki dari sumber lain. Nah inilah wajah tulisan di parfikh.blogspot.com, marilah kita lihat bersama, bisa bagus atau kagak?

Diskusi yang digelar Redaksi Suara Merdeka tentang penjabaran konsep Gubernur Bibit Waluyo ’’Bali Ndesa Mbangun Desa’’ Rabu lalu menjadi ajang untuk mempertanyakan sebenarnya apa dan bagaimana konsep itu sebenarnya. Pak Bibit pun mengakui yang selama ini dilontarkan barulah pemikiran dasar atau katakanlah baru dilihat dari kulit luarnya. Sedangkan apa isi yang ada di dalamnya memang belum pernah dirinci dengan jelas. Kerangka kerja ( frame work) atau apapun namanya yang dapat menterjemahkan gagasan tersebut. Di situlah letak persoalan yang sesungguhnya karena tidaklah mudah mengejawantahkan ’’Mbangun Desa’’.Desa merupakan miniatur pemerintahan dan negara sejak zaman dulu. Ironisnya potret desa dari waktu ke waktu tidak semakin moncer melainkan bertambah pudar. Yang terjadi adalah ramai-ramai orang meninggalkan desa. Termasuk juga pemerintah yang ternyata sejak lama tak pernah mengucurkan dana khusus bagi desa berupa block grant. Padahal setidaknya lewat alokasi dana itulah keberpihakan diwujudkan. Maka urbanisasi tak terbendung. Sektor pertanian tak lagi menarik anak-anak mudanya. Sementara ketimpangan struktural yang selalu mengorbankan petani terus terjadi. Orang-orang kota pun hidup dari ’’subsidi’’ mereka.Urgensi dan timingnya tepat sekali kalau sekarang dikumandangkan lagi ’’Bali Ndesa Mbangun Desa’’. Walaupun pemikiran ini bukan hal yang baru karena sejak zaman Gubernur Munadi beberapa dekade silam sudah muncul. Desa dikatakan akan dijadikan subyek bukan hanya obyek. Apa yang terjadi setelah itu ternyata merupakan bagian dari kegagalan kita membangun bangsa ini. Desa bukan hanya menjadi obyek, tetapi malah sekadar instrumen pemerintah. Kondisinya kini bertambah parah karena pemberdayaan perangkat pemerintahan di desa semakin terabaikan. Kepala desa bukan pamong melainkan abdi pemerintah.Tentu kita tak ingin gagasan dan konsep pemikiran Pak Bibit hanya sebatas slogan yang terpampang di spanduk ketika kampanye pemilihan gubernur. Yang dibutuhkan sekarang adalah program yang jelas serta ada tolok ukur keberhasilannya. Indikasi ke arah itu nampak ketika APBD sudah diputuskan dan nyaris tak bersentuhan dengan gagasan tersebut. Maka kita harus menunggu tahun 2010 dan itupun belum jaminan karena sifat rigid APBD yang harus disusun berdasarkan begitu banyak peraturan dan perundang-undangan. Maka implementasinya harus diperluas dengan melibatkan sebanyak mungkin komponen yang ada di masyarakat.Dalam forum itu terungkap jelas belum adanya kesamaan pandang dan frame work tentang desa seperti apa yang ingin diwujudkan. Terlalu sempit kalau gagasan ini hanya tertuju pada sektor pertanian meskipun perlu diprioritaskan. Karena yang sesungguhnya terjadi adalah ketiadaan konsep untuk mewujudkan daya tarik desa itu sendiri sebagai tempat tinggal yang menghidupi dan menjanjikan. Apa kebutuhan yang harus dipenuhi agar anak-anak desa tetap betah di sana. Sektor keuangan masih belum kuat penetrasinya. Jangankan itu, kebutuhan dasar seperti pangan, papan, kesehatan dan pendidikan masih tertinggal.Euforia demokrasi, otonomi daerah yang serba tanggung dan berbagai fenomena lain justru menjadi penghambat efektivitas pemerintahan. Untuk itu dibutuhkan kebersamaan dalam suatu kerangka Jawa Tengah Incorporated agar mampu menjadi kekuatan pendorong. Melalui frame yang jelas dan sekaligus program yang lebih rinci maka dapatlah segera disiapkan langkah aksinya. Pemerintah provinsi tanpa didukung pemerintah kota/kabupaten tak akan bisa berbuat banyak. Sebaliknya kota/kabupaten hingga perangkat di bawahnya menunggu arah dan komando ke mana harus melangkah. Kesadaran yang bisa jadi sudah agak terlambat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gerakan Tanah (Longsoran)

SEMAR

TATA RUANG BERBASIS PADA KESESUAIAN LAHAN