Merefleksikan Pendidikan - by Angelina Veni

Tiga bulan ini sangat berarti buat saya – saya
melihat kultur yang berbeda, mengadaptasi cara pandang yang berbeda,
merasakan gaya pendidikan yang berbeda. Dalam post ini saya ingin
berbagi aspek-aspek pendidikan Stanford yang mengesankan saya,
refleksi saya terhadap pendidikan yang saya dapat di Indonesia
sebelumnya dan apa yang saya harap bisa diterapkan di Indonesia.

Moral, bukan agama

Sebulan sesudah saya mulai bersekolah, saya bertemu His Holiness
the Dalai Lama saat beliau berbicara di Stanford mengenai
compassion. Poin speechnya yang paling berkesan buat saya,
adalah ketika beliau bilang bahwa compassion itu tidak
melihat agama, dan bahwa pendidikan seharusnya tidak
religiocentric atau berpusat pada suatu ideologi agama,
namun pada moral values, compassion, yang universal.
Menarik, mengingat beliau adalah pemimpin agama.

Saya setuju dengan beliau. Rasanya struktur pendidikan
agama di Indonesia tidak sesuai dengan semboyan Bhinneka
Tunggal Ika itu sendiri. Katanya negara kita negara
toleransi dan understanding antar 5 agama, tapi saya
merasa hampir tidak tahu apa2 tentang Buddha, Hindu,
dan Islam dari sekolah, selain nama kitab suci mereka,
nama tempat ibadah, nama hari raya, nama tokoh besar.
Yup, hal-hal penting. Tapi superfisial. Pertama
kalinya saya merasa ‘mengerti’ agama, adalah ketika
saya sekamar dengan teman beragama Islam sewaktu
pelatihan, dan dia mengajarkan saya arti gerakan-
gerakan sholat. Di Stanford, saya belajar meditasi
Buddhisme Zen dan belajar ideologi mereka, dan
ternyata banyak yang bisa saya pelajari dari sana.

Pendidikan agama di Indonesia yang cuma berpusat
pada 1 agama tertentu, membawa notion bahwa agama
lain adalah “bukan agama saya, bukan urusan saya.”
Menurut saya, pendidikan moral seharusnya menarik
ideologi kelima agama dan menelaahnya secara universal,
yang berlaku pada semua orang. Bila ada aspek2
di mana ajaran mereka berlawanan, telaahlah tentang
semuanya. Jangan take side tentang mana yang benar.
Pelajarpun akan tumbuh menjadi orang-orang yang dunianya
tidak berpusat pada kepercayaannya sendiri, tapi peduli
dan punya deeper understanding tentang kepercayaan lain.
Pelajaran bukan mestinya berarah pada membuat murid
beriman, tapi memberikan pengetahuan dan latar
belakang untuk mendorong murid menemukan imannya
sendiri.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gerakan Tanah (Longsoran)

SEMAR

PETRUK