Merefleksikan Pendidikan by Angelina Veni (seri 2)

Trust, Expectation, Responsibility

Saya kaget banget waktu ujian pertama saya di sini.
Kita masuk ke auditorium, duduk sesuka hati, dibagiin
kertas ujian, lalu semua lecturer/TA keluar dari ruangan
dan nunggu di luar. Ga ada orang yang jaga ruang ujian.
Yang ada cuma 1 paragraf di depan kertas ujian “Saya
mengerti dan menjalankan Honor Code. Saya tidak
menerima bantuan yang tidak diizinkan sebelum,
ataupun selama tes berlangsung.” dan tanda tangan
kita. Kalau mau mencontek, gampang aja. Di sini
murid bener2 dipercaya… Ekspektasi awal orang
terhadap murid positif, bukan negatif. Kami
dipercaya membuat keputusan sendiri, bahwa kita
bisa bertanggung jawab atas kepercayaan itu. Ini
tercermin juga dari kelas online wajib AlcoholEdu,
tentang alkohol di kampus. Yang menarik, di
pendahuluan kelas itu, ditulis : “Kami tidak akan
menggurui kamu untuk tidak minum. Kami hanya akan
memberikan informasi, dan adalah kebebasan kamu
untuk memutuskan.”

Ini buat saya breath of fresh air. Saya biasa
dibilang, jangan begini, jangan begitu. Rasanya
selalu ada prasangka yang unspoken, seperti kita
harus selalu diarah-arahkan untuk bisa berbuat
benar. Seperti kita akan mencontek kalo nggak ada
yang melihat. Seperti kita bakal melakukan hal buruk
kalo kita nggak ada yang melarang. Rasanya, kepercayaan
seperti yang diterapkan di sini lebih ampuh. Karena
merasa dipercaya, ada rasa tanggung jawab. Dan nggak
ada bahan untuk ‘diberontakkan’, seperti yang,
rasanya, banyak terjadi pada orang-orang yang
terlalu banyak diatur. Poin saya di sini : expect
yang terbaik dari murid, dan pastikan kalau murid
menyadari itu.

Diversitas dan Individualitas

Pendidikan di US membawa apresiasi akan diversitas ke
level yang lebih jauh, dengan membentuk jurusan-jurusan
baru yang menggabungkan jurusan2 berbeda yang saling
berkaitan (interdisciplinary study). Misalnya,
Symbolic Systems (contoh lulusan : Google’s Marissa
Mayer) yang menggabungkan Computer Science, Philosophy,
Psychology, Linguistics, Communication, dan Education –
memberikan programmer2 spesialisasi dalam mengerti
dan mengkomunikasikan keinginan user. Management
Science & Engineering yang seperti menspesialisasikan
MBA ke bidang-bidang sains dan engineering. Human
Biology, yang menggabungkan biologi, farmasi obat2an,
nutrisi, dan antropologi. Interdisciplinary study
seperti ini membawa pendidikan ke arah yang lebih
spesifik dan terspesialisasi, serta mendayagunakan
orang-orang yang punya beragam interest. Hampir
semua (atau semua?) departemen memungkinkan
mahasiswa untuk mendesign majornya sendiri.

Pendidikan di sini menghargai individualitas – tugas-
tugas di kelas banyak yang sangat open-ended dan
memungkinkan siswa melakukan apa yang jadi passionnya
tanpa banyak pembatasan. Tugas akhir kelas humanities
saya, misalnya, hasilnya bermacam2: film, film bisu,
skit, rap, bahkan dunia virtual hasil permainan The
Sims. Dan para profesor pun bisa menghargai hasil-hasil
yang nggak konvensional. Salah satu hal yang paling
sering ditekankan kepala asrama saya adalah kata-kata :
“Don’t judge.” Jangan mengomentari atau mempertanyakan
preferensi teman kamu dalam aspek apapun. Kalau kamu
ditanya kenapa suka The Beatles, misalnya, jawaban
“Because I do.” adalah jawaban yang valid, dan orang
lain nggak punya hak bertanya lebih jauh.

Dua aspek ini terkadang hilang dari sistem pendidikan
Indonesia. Murid didikte akan kelas-kelas apa yang
harus diambil, dan ada semacam persepsi akan pelajaran
mana yang lebih penting daripada yang lain. Pertanyaan
yang tidak open-minded menjuruskan pikiran murid ke
satu arah tertentu, dan sering kali pelajaran
memojokkan orang dengan cara pandang yang berbeda.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gerakan Tanah (Longsoran)

SEMAR

PETRUK