BUMI MAKIN PANAS
Posisi emisi gas rumah kaca pada saat ini, yang mencapai 20% di atas emisi tahun 1990, menyebabkan stabilisasi gas rumah kaca ke masa dasar menjadi sangat berat. Bahkan boleh dikata tidak mungkin dilakukan, karena membutuhkan investasi teknologi dan biaya sangat besar. Tidak tercapainya stabilisasi gas rumah kaca pada periode komitmen pertama (2008-2012) menyebabkan kenaikan suhu permukaan bumi 2 derajat celsius dipercepat. Akibatnya, bumi pun makin panas, dan bencana lingkungan tinggal menunggu eksplosinya.Pembangunan yang tidak sensitif terhadap climate change dengan lebih mengutamakan pertumbuhan sesaat yang tidak berkesinambungan menyebabkan reduksi emisi dan stabilisasi gas rumah kaca tak dapat dilakukan. Pilihan membangun jalan tol sebagai moda transportasi utama yang memerlukan pembebasan tanah sangat mahal, merusak lingkungan, mengalihfungsikan lahan sawah, boros bahan bakar minyak dibandingkan dengan moda transportasi kereta api - yang murah, efisien, dan ramah lingkungan karena jalurnya sudah tersedia - merupakan teladan rendahnya sensitivitas dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.Lambatnya implementasi program penanaman tanah kosong untuk hutan (afforestation), penghutanan kembali (reforestation), dan pengurangan emisi kegiatan deforestasi menyebabkan sumber emisi terus bertambah tanpa diikuti peningkatan wadah penyerap yang signifikan. Kegagalan penurunan emisi gas rumah kaca peratifikasi Kyoto Protokol dan strategi pembangunan yang tidak sensitive climate change memosisikan bumi terus memanas. Akibat lain, antisipasi perubahan iklim pun berada di simpang jalan. Negara-negara kepulauan (island countries) maupun negara-negara lintang rendah (khatulistiwa) merupakan korban/victim pertamanya. Indonesia adalah contoh kongkret dampak buruk itu.Peningkatan suhu permukaan bumi dan laut yang ekstrem akibat pemanasan global akan menenggelamkan pulau-pulau kecil Indonesia yang jumlahnya ribuan, menaikkan intensitas dan besaran gelombang, mengacaukan musim, menurunkan produksi ikan, sehingga sangat mengganggu sistem dan kemampuan produksi pangan nasional.Abrasi pantai, ancaman pada permukiman pesisir, tingginya banjir, dan kekeringan merupakan dampak pemanasan global dengan petani dan rakyat miskin sebagai korban. Ketidakadilan asasi ekonomi dan lingkungan ini, apa pun alasannya, harus dihentikan secepatnya, karena negara-negara korban pemanasan global terampas hak hidup dan kehidupannya.
Parfi Kh: disarikan dari Gatra Nomor 52, 2007
Parfi Kh: disarikan dari Gatra Nomor 52, 2007
Komentar