Pak Udin dan Ibu Sukoco

Sudah sepekan Pak Udin (60), warga Gedawang Semarang, tak beranjak dari rumah. Hal ini terjadi sebagai buntut hilangnya surat tanda nomor kendaraan (STNK) sepeda motor atas namanya. Sebenarnya ia bisa menggunakan sepeda motor itu tanpa dilengkapi STNK, kalau sekedar keliling kelurahan atau sampai ke Mall disekitar Banyumanik. Tetapi, sebagai orang yang melek hukum, Pak Udin tak bersedia melanggar dengan mengendarai sepeda motor tanpa dilengkapi STNK.
Bapak dua anak dan kakek lima cucu ini sudah bosan mengobrak-abrik lemari, menguras laci, dan menengok dompet demi mencari STNK-nya.
Pak Udin kemudian merekonstruksi kejadian-kejadian terakhir di luar rumah. Ia ingat, antara lain, memenuhi undangan sebuah keluarga tetangga kelurahan yang menikahkan anaknya. Pak Udin ingat ia mengenakan setelan jas dengan tiga saku, masing-masing sebuah di bagian kiri atas dan dua buah di bawah.
Ingatan lain adalah ia memasukkan STNK di saku sebelah kanan, sedangkan amplop kecil berisi uang sumbangan bagi yang punya hajat dimasukkan ke saku sebelah kiri. ”Wah. Jangan-jangan tangan keliru masuk...,” gumam Pak Udin kepada istrinya.
Tanpa rasa bersalah dan malu, Pak Udin mendatangi rumah keluarga yang telah mengundangnya ke resepsi pernikahan. Sebelum Pak Udin berbicara lebih lanjut, si pemangku hajatan, Bu Sukoco (56), sudah keburu tahu apa maksud kedatangan Pak Udin. ”Mau mengambil STNK, Pak?” tutur Bu Sukoco. Pak Udin pun mengangguk.
Rupanya benar, Pak Udin salah mengambil amplop dari sakunya. Bu Sukoco sendiri semula mengira Pak Udin akan ”menghadiahi” si pengantin sepeda motor dan yang diserahkan lebih dulu adalah STNK-nya.
”Setelah STNK diambil, kok, enggak diganti dengan amplop berisi uang ya?” tutur Bu Sukoco kepada salah satu anaknya, Rofa yang kini tinggal di Boyolali dan terus mengenang ”insiden lucu” tersebut.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gerakan Tanah (Longsoran)

SEMAR

TATA RUANG BERBASIS PADA KESESUAIAN LAHAN