Vastenburg dalam Kenangan

Gerbang utama dilihat dari luar, saat itu masih jadi asrama tentara

Bagian dalam dari gerbang utama, ada dua bangunan dng arsitektur khas kolonial yang mengapitnya. Untuk kantoran dan administrasi

Gerbang timur dari arah luar



Gerbang timur dari arah dalam

Foto ini saya miliki ketika saya menjadi anggota tim peneliti bangunan bersejarah kota Solo pada tahun 1980an. Selamat menikmati kenangan Vastenburg yang dulu masih indah.


Benteng Vastenburg peninggalan Belanda di kota Solo rencananya akan diubah menjadi hotel berlantai 13 dan pusat perbelanjaan modern (kompas jateng, nop 2008). Benteng ini dibangun tahun 1775, merupakan salah satu dari 300 benteng peninggalan Belanda yang ada di Indonesia. Tetapi sungguh sayang bahwa benteng ini merupakan satu-satunya benteng yang sudah menjadi milik swasta, bukan milik negara lagi.
Menurut kebiasaan orang Jawa yang selalu bilang “untung” dalam setiap kondisi, maka mestinya kita (orang Jawa) masih bisa bilang “untung cuman satu”, jadi masih ada 299 benteng yang menjadi milik negara.
Sebenarnya apa sih ruginya benteng peninggalan Belanda dimiliki swasta? Nah ini yang perlu didiskusikan, konon, seperti tulisan diawal, bahwa oleh pemiliknya, benteng ini mau diubah menjadi hotel. Pertanyaannya sekarang, seandainya benteng ini masih dimiliki negara (pemkot Solo), apa ya tidak akan diubah jadi hotel atau pertokoan? Nek podo wae jawabane, kenapa musti ribut?
Tetapi, ingatlah bahwa benteng ini ternyata masuk dalam perlindungan benda cagar budaya yang harus dilindungi dengan cara preservasi, rekonstruksi, dan revitalisasi. Preservasi itu artinya mengembalikan seperti semula, rekonstruksi juga ndandani seperti awal meskipun mungkin bahan bangunannya dari bahan imitasi (baru), sedangkan rekonstruksi adalah membangun kembali dengan penyesuaian-penyesuaian. Kalau berubah jadi hotel, apane sik dilindungi? Memang sebenarnya bisa juga direkonsruksi jadi hotel dengan syarat harus memperhatikan bentuk dan nilai arsitektur sejarahnya yaitu dengan mengembalikan bentuk lama dan mengatur bangunan baru agar sesuai untuk fungsi hotel, ini agak sulit, tapi tetap bisa.

Parfi Khadiyanto
Dosen Perencanaan Wilayah dan Kota FT UNDIP

Komentar

MAZZBUDDY MPWK mengatakan…
Mungkin ini sama dengan kasus Hotel Indonesia ya??? Cuman kalo hotel Indonesia sebelumnya memang sebuah hotel,kemudian dibeli swasta dan direhab total (walaupun masih menyisakan sangat sedikit sekali dasarnya), cuman sayang dirubah nama menjadi Grand Indonesia, yang menghilangkan sejarahnya. Akibatnya bunderan tugu selamat datang ikut"berubah" menjadi bunderan GI walau tanpa dodol merah he he
Dosen FT UNDIP mengatakan…
Itulah, kadang kita itu masih merasa nggak PeDe kalo ngikutin atau nerusin apa yang dilakukan pendahulunya. Mungkin memang sudah dari sononya orang Indonesia diciptakan untuk tidak bisa menghargai hasil karya pendahulunya, kita ketahui hanya di Indonesia yang punya slogan "GANTI MENTERI GANTI PROGRAM"......makanya Hak Kekayaan Intelektual selalu diambil negara lain, sebab kita nggak bisa menghargai kekayaan intelektual pendahulu..., BTW: kapan ujian & kapan rencana lulus?
winnetou mengatakan…
Wah...berat,berat pak. Pemerintah kita sekarang ini sudah tidak cinta sejarahnya sendiri lagi,gimana mo maju wong sejarahnya aja dihilangkan. Untuk kasus bangunan bersejarah seperti ini selayaknya dilestarikan, saya setuju pendapat Bapak yang terakhir, boleh diswastakan dan dijadikan hotel, atau apalah yang penting bangunan tersebut tetap berdiri di tempatnya sekarang ini, mungkin dari segi arsitektur bisa dipermak dikitlah supaya seperti hotel berbintang gtu, tapi tetap donk..fasade tidak berubah begitupula bentuk yang lain, coba aja liat detail-detail arsitektur indah yang ada kan bisa dimanfaatkan sebagai ornamen bangunan yang ditonjolkan tergantung finishingnya aja atau material ekspos yang menambah corak arsitektur kolonialnya..Perlu dilakukan sosialisasi atau seminar bangunan2 bersejarah dan fungsinya saat ini, boleh gak pak??
belg mengatakan…
klik ke suara merdeka dan pilih artikel ini sebagai yang paling oke, hehehe
Ndaru mengatakan…
Sekarang bangunan dalam sudah rata, akan tetapi pasti ada cara agar Benteng ini tetap di kenal dan terawat. Dengan memperbaiki seperlunya saja, dapat dimanfaatkan untuk, misalnya;
1. Area Pameran dengan Tenda raksasa, Atau Doom semi permanen, daripada berfikir lagi untuk membuat gedung baru dengan menggusur rakyat.
2. Tempat jajanan khas Solo, disertai dengan panggung, dan ada pertunjukan wayang orang yg terjadwal. Kenapa harus Galabo, kalau disebelahnya ada area nganggur.... Kalau perlu, penjara bawah tanah pun disulap menjadi area jajan, tentunya dengan ventilasi yg baik.

Tempat parkir yang sangat luas sudah tersedia, tidak seperti Galabo sekarang yang parkir di jalan raya, kelihatan 'kumuh'.
Sambil mengundang wisata, sambil merawat pula....jangan hanya ngundang terus tanpa bisa merawat, tar abis uangnya....seperti sepur klutuk. hahaha.....Tanpa perhitungan atau memang sengaja supaya ganti lagi????

Postingan populer dari blog ini

Gerakan Tanah (Longsoran)

SEMAR

TATA RUANG BERBASIS PADA KESESUAIAN LAHAN